PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI

Pelayanan Kesehatan Reproduksi
1. PUS dan WUS
Tidak semua pasangan usia subur (PUS), memiliki reproduksi yang sehat dalam pengertian memiliki kesuburan yang siap dibuahi atau membuahi. Untuk mengatasi hal tersebut sebagian besar PUS memilih untuk mendapatkan anak melalui konsepsi buatan.
Setiap pasangan suami-isteri yang telah menikah selalu menginginkan untuk memiliki anak atau keturunan. Anak dapat diperoleh melalui hubungan intim suami dan isteri (anak kandung) atau dapat dilakukan dengan cara mengadopsi anak dari pasangan lain (anak angkat/anak piara). Namun yang sangat diharapkan oleh setiap pasangan adalah memiliki anak kandung.
Namun dalam kenyataan hidup, ada pasangan yang isterinya tidak dapat hamil karena adanya gangguan infertilitas/ketidaksuburan pada salah satu diantara pasangan tersebut baik isteri maupun suami. Sehingga harapan untuk mendapatkan anak melalui hubungan intim suami isteri sulit tercapai. Hal ini mendorong pasangan yang mengalami masalah infertilitas untuk mencari jalan keluar, yang salah satu caranya adalah melaui konsepsi buatan atau bayi tabung.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi terutama dibidang kedokteran, telah berhasil melakukan konsepsi buatan. Penyelidikan IVF dimulai di Inggris oleh Robert Edwards dan Patrick Steptoe, yang berhasil melahirkan bayi tabung pertama di dunia pada tahun 1978, diikuti bayi tabung kedua (pertama di Amerika Serikat) pada tahun 1981 di Norfolk. Sedangkan di Indonesia bayi tabung pertama lahir pada tanggal 2 Mei 1988 di Jakarta oleh program Melati RSAB Harapan Kita, (Hanifa Wiknosastro, Ilmu Kebidanan, hal 937). Dengan demikian pada dasarnya konsepsi buatan atau bayi tabung diperbolehkan sepanjang tidak melanggar norma, agama, etika, hukum, dan HAM serta memenuhi persyaratan medis.

Pelayanan yang diberikan kepada PUS adalah
a. Dimana apabila datang seorang wanita dengan calon suaminya,ia mengatakan akan menikah dan meminta suntik catin maka kita sebagai tenaga kesehatan berhak melayaninya dan memberikan suntik catin kepada pasangan usia subur tersebut.
b. Memberikan pengetahuan bagaimana sikap seorang PUS ini harus sesuai dengan kodratnya, tidak sama dengan sebelum dia menikah, atau masih gadis. Dia harus mampu melayani suaminya, bukan kebutuhan bathiniah saja tapi rohaniah dan yang laennya juga.
c. Apabila seorang wanita datang untuk memakai KB maka bidannya harus menanyakan apakah suaminya setuju dengan ia memakai KB. Bila perlu si wanita tadi datang bersama suaminya, jadi suaminya juga ikut dalam menentukan kontrasepsi yang baik dan aman untuk istrinya.
d. Apabila PUS datang untuk konsling, maka kita sebagai bidan harus mau mendengarkan keluh kesah dari pasien tersebut,apabila ia minta pendapat maka kita sebagai bidan memberikannya nasihat- nasihat atau solusi bagaimana cara mengatasi masalahnya tersebut.
e. Apabila seorang wanita yang ingin menikah datang kepada kita maka ada baiknya kita membekali sedikit ilmu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kepada wanita tersebut agar sekurang- kurangnya ia mengerti apa itu kesehatan reproduksi yang harus di jaga selalu oleh seorang wanita.